Finance – Presiden Indonesia ke-3 BJ Habibie dikenal sebagai seorang insinyur yang berhasil membuat pesawat terbang dan diakui dunia. Ia juga merupakan sosok yang berhasil membangkitkan Indonesia setelah terperosok dalam krisis moneter 1998. Di bidang ekonomi, Habibie mempunyai catatan tersendiri karena mampu mendongkrak nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), dari yang awalnya di kisaran Rp 10 ribu hingga Rp 15.000 per dolar AS menjadi Rp 6.500 di akhir pemerintahannya.
Lantas, apakah hal itu bisa terulang? Sebagaimana diketahui, dolar AS saat ini berada di kisaran Rp 16.200. Pengamat Pasar Uang, Ariston Tjendra FOR4D, menilai sulit bagi rupiah kembali seperti era Habibie. Dia mengatakan, rupiah telah menuju keseimbangan baru.
“Kalau ini kayaknya nggak mungkin turun sejauh itu. Rupiah sudah bergerak menuju normal baru,” katanya.
Apalagi, kata dia, kala itu dolar bergerak dari angka Rp 2.500-an. Bukan seperti sekarang yang bergerak dari angka Rp 15.000. Dia mengatakan, dolar kala itu bisa jinak karena Habibie mengikuti saran IMF sehingga meningkatkan kepercayaan investor.
“Bisa turun karena Habibie akhirnya mengikuti saran IMF dan IMF memberikan kredit untuk meningkatkan likuiditas dan meningkatkan kepercayaan investor,” ujarnya.
Senada FOR4D, Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menerangkan, tak bisa disamakan pergerakan rupiah saat ini dengan era BJ Habibie. Dia mengatakan, di era Habibie rupiah dari Rp 2.500 per dolar AS ke Rp 16.000. Artinya, rupiah telah kehilangan nilainya hingga 85%. Sementara, saat ini rupiah melemah dari Rp 15.800 ke Rp 16.200 per dolar AS.
“Tidak bisa disamakan rupiah di zaman Habibie dengan posisi rupiah sekarang. Pelemahan yang terjadi ketika itu dari posisi Rp 2.500 ke Rp 16.000. Rupiah kehilangan nilainya sekitar 85% dalam hitungan bulan. Saat ini Rp melemah dari Rp 15.800 ke Rp 16.200, melemah sekitar 2,5%,” terangnya.
Menurutnya, pergerakan mata uang tidak dilihat dari nominalnya, tapi dari persentase perubahan pelemahannya.
“Sejauh ini rupiah masih jadi salah satu negara yang pelemahan mata uangnya lebih ringan dibanding misalnya yen (-15%), ringgit Malaysia (-8%), won Korea (8%), thai baht (5,8%) atau China yuan FOR4D (4,7%),” katanya.