‘Rapor Merah’ Peringkat ICOR dan Masalah Klasik Hukum di Indonesia

Permasalahan inefisiensi investasi di Indonesia masih jadi pekerjaan rumah yang jauh dari selesai. Parameter inefisiensi investasi tersebut terlihat dari rasio Incremental Capital Output Ratio (ICOR) yang mencapai 6,33 pada 2023. Artinya, rasio tersebut menunjukan Indonesia membutuhkan penambahan modal sebanyak 6,33 kali untuk mencatatkan produksi atau output sebanyak 1.

Posisi Indonesia lebih buruk dibanding negara Asia Tenggara seperti Malaysia, Filipina, Thailand maupun Vietnam. Presiden Prabowo Subianto pun telah menyampaikan kekhawatirannya mengenai tingginya rasio ICOR tersebut pada Desember lalu.

“Ada suatu tolok ukur yang disebut ICOR. Kita dinilai angkanya 6. ICOR beberapa tetangga kita, ICOR-nya 4 atau 5. Artinya, kita dinilai lebih tidak efisien dari beberapa ekonomi tetangga kita,” ujar Prabowo.Terdapat berbagai faktor penyebab ’rapor merah’ rasio ICOR tersebut, termasuk dimensi hukum. Rumit dan tingginya biaya perizinan, ketidakpastian hukum hingga korupsi menjadi faktor utama.

Praktisi hukum bisnis pada Kantor Hukum Arkananta Vennootschap, Alfin Sulaiman berpandangan, kurangnya harmonisasi dan lemahnya pengawasan terhadap implementasi regulasi masih terjadi dalam praktiknya. Hal ini berdampak terhadap tingginya biaya yang harus dikeluarkan dunia usaha.

”Regulasi yang sering tumpang tindih antara pusat dan daerah menciptakan ketidakpastian hukum yang menghambat investor. Selain itu, tidak adanya kepastian dalam penegakan hukum memperparah situasi, sehingga memperbesar risiko bagi pelaku usaha,” ujar Alfin kepada Hukumonline, Senin (6/1/2025).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *