Tri juga memaparkan soal KLB yang diatur dalam AD/ART PP INI. Menurutnya, pemilihan Ketum INI tidak bisa dilakukan lewat KLB. KLB dilakukan untuk penunjukan dan pengukuhan Ketum. Bukan kompetisi pemilihan Ketum yang seharusnya hanya dilakukan dalam kongres.
Apalagi klaim KLB yang mengatasnamakan diikuti oleh Pengurus Wilayah (Pengwil), namun mayoritas adalah suara anggota. Pengwil merupakan perpanjangan tangan pengurus pusat dan tidak memiliki hak suara sebagaimana diatur dalam AD/ART. Perihal ini pun sudah dijelaskan PP INI kepada Dirjen AHU Kemenkum.
“Ini semua saya jelaskan kepada Pak Dirjen saat itu. Kami ingin ada rekonsiliasi. Roh INI ada di AD/ART, harus kita pertahankan. Karena kalau tidak, suatu saat akan muncul KLB-KLB yang lain. INI adalah organisasi yang mulia sebagai pejabat umum, sebagai pejabat negara. Kami minta org hukum taat hukum akan aturan yang ada dengan cara-cara kurang etis. Kita hormati hukum negara, kita negara hukum,” tuturnya.
Sekretaris Umum PP INI Agung Iriantoro menambahkan bahwa rekonsiliasi yang dilakukan Ditjen AHU bersama KLB tidak melibatkan PP INI. “Ada preskon dengan rekonsiliasi tapi kami nggak diundang hanya diputuskan dengan Pak Dirjen,” ujarnya..
Apa yang dilakukan Ditjen AHU dinilai prematur. Karena secara yuridis masih ada putusan kasasi terkait putusan PTTUN yang masih berproses di MA. Dengan demikian, pengesahan Irfan sebagai Ketum INI yang dilakukan Ditjen AHU tidaklah memiliki payung hukum.
Tapi nyatanya, tak ada jawaban dari pihak KLB terkait rencana dua pertemuan itu. PP INI kemudian menyurati Dirjen AHU terkait perkembangan rekonsiliasi dan konsep yang ditawarkan kepada pihak KLB. Lalu pada tanggal 15 Januari, KLB memberikan jawaban bahwa mereka tidak bisa menerima konsep rekonsiliasi tersebut.
Keputusan Dirjen AHU dinilai sebagai keputusan sepihak yang ceroboh. Pemerintah dinilai sudah masuk ke urusan rumah tangga INI yang mana hal ini seharusnya tidak dibenarkan.
“Jawaban ini disampaikan melalui WhatsApp. Bahwa kami melakukan niat baik proses itu menghormati bagaimana kongres ini mendapatkan tempat yang luhur dan terhormat,” imbuhnya.
Namun fakta yang ditemui hari ini, Dirjen AHU justru melakukan konferensi pers dan rekonsiliasi bersama tim KLB. Seharusnya pihak KLB memberikan alasan penolakan konsep rekonsiliasi itu agar mendapatkan jalan tengah dan keputusan yang bulat.
“Ini perlu jadi catatan. Kami akan taat proses hukum jika pemberlakuan diputuskan lembaga yang berwenang. Proses kesepakatan tercantum bahwa proses ini akan diputuskan menteri sesuai kewenangan berdasarkan ketentuan aturan UU. Apakah proses pengajuan semacam ini sesuai UU?. Ini yang kami nyatakan ada satu keputusan menurut saya melampaui batas kewenangan,” jelasnya.
Sementara itu Kuasa Hukum PP INI Yanses E. Sihaloho menilai Dirjen AHU Kemenkum tidak memiliki kapasitas untuk menentukan sah atau tidaknya kepengurusan kongres dan KLB. Kewenangan untuk menentukan hal itu ada pada INI dan ranah peradilan umum.
Selain itu, seluruh rangkaian proses kongres yang dilakukan kliennya sudah diketahui oleh Dirjen AHU. Sengketa muncul ketika Dirjen AHU tidak kunjung mengesahkan kepengurusan INI hasil kongres dan muncul KLB. Gugatan pun dilayangkan ke PTUN. Saat di persidangan, diketahui alasan tidak disahkannya kepengurusan INI hasil kongres tersebut disebabkan adanya dualisme kepemimpinan di tubuh INI.
“Gugatan kita ke PTUN ditujukan ke Kumham yang tidak memproses pengesahan kepengurusan hasil kongres, bukan sengketa siapa yang sah,” cerita Yanses.
Keputusan Dirjen AHU dinilai sebagai keputusan sepihak yang ceroboh. Pemerintah dinilai sudah masuk ke urusan rumah tangga INI yang mana hal ini seharusnya tidak dibenarkan.
Dalam perkembangannya, PTUN pun mengeluarkan putusan di mana Kumham saat itu diperintah untuk mengesahkan kepengurusan Kongres dan KLB. Jika Kumham (Kemenkum) konsisten, lanjut Yanses, harusnya Dirjen AHU juga melaksanakan putusan PTUN tersebut. Bukan hanya melaksanakan putusan PTTUN yang mengesahkan KLB.
Kuasa hukum PP INI lainnya Pablo Benua menilai keputusan Dirjen AHU sebagai keputusan sepihak yang ceroboh. pemerintah dinilai sudah masuk ke urusan rumah tangga INI yang mana hal ini seharusnya tidak dibenarkan. Tak hanya itu, Dirjen AHU juga dinilai telah mengangkangi proses hukum yang sedang berjalan. Terkesan ada motif politis dibalik keputusan Kemenkum ini dan pihaknya akan melakukan upaya hukum dengan melayangkan gugatan ke PN.
“Kami juga akan mempelajari kemungkinan ada unsur-unsur pidana dalam keputusan Kemenkum tersebut,” tutupnya.