Perkembangan pesat teknologi berdampak terhadap pekerjaan yang dilakukan berbagai profesi termasuk jurnalis. Kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) belakangan kerap digunakan jurnalis dan perusahaan media untuk menghasilkan karya jurnalistik baik tulis, suara, dan video.
Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, menjelaskan sejumlah perusahaan media di Indonesia sudah menggunakan AI. Masing-masing perusahaan membuat aturan sendiri tentang penggunaan AI. Mengingat ada kebutuhan untuk mengatur penggunaan AI pada industri media, Dewan Pers berinisiatif membentuk dan menyusun pedoman. Pedoman ini tertuang dalam Peraturan Dewan Pers No.1 Tahun 2025 tentang Pedoman Penggunaan Kecerdasan Buatan Dalam Karya Jurnalistik.
Ninik menjelaskan pedoman ini disusun bersama dengan konstituen dewan pers, para pakar, termasuk media yang sudah lebih dulu menggunakan AI untuk menghasilkan produk jurnalistik. Pedoman ini melengkapi kode etik jurnalistik dan pedoman media siber yang lebih dulu diterbitkan.
“Kenapa pedoman penggunaan AI ini penting diterbitkan karena untuk menjaga karya jurnalistik berkualitas,” kata Ninik dalam konferensi pers peluncuran Pedoman Penggunaan Kecerdasan Buatan, Jumat (24/1/2025).
Penggunaan teknologi informatika makin masif dan mutakhir. Ninik melihat ke depan perkembangan teknologi ini semakin mempengaruhi produksi karya jurnalistik. AI bukan menggantikan peran jurnalis, tapi sebagai teknologi yang membantu jurnalis dan perusahaan pers dalam menjalankan peran jurnalistik.
Ninik berharap pedoman yang berisi 8 Bab dan 10 Pasal ini menjadi dasar bagi pegiat media untuk tetap melahirkan karya jurnalistik berkualitas sekalipun menggunakan teknologi AI. Pedoman ini sangat ditunggu-tunggu insan pers.
“Semoga dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya. Bisa lebih maksimal dalam menggunakan AI dan AI Generatif,” ujarnya.
Pedoman ini intinya mengatur bagaimana karya jurnalistik dibuat dengan menggunakan AI dan bertanggungjawab. Prinsip dasar sebagaimana diatur Pasal 2 memuat 4 hal. Pertama, karya jurnalistik yang dibuat menggunakan AI tetap berpedoman pada Kode Etik Jurnalistik. Kedua, penggunaan AI untuk karya jurnalistik harus ada kontrol manusia dari awal sampai akhir.
Ketiga, perusahaan pers bertanggung jawab atas karya jurnalistik yang dibuat menggunakan AI. Keempat, perusahaan pers dapat memberikan keterangan dan menyebut sumber asal atau aplikasi kecerdasan buatan yang digunakan pada produksi karya jurnalistik.
Menambahkan Ninik, Ketua Tim Perumus Pedoman, Suprapto, menjelaskan proses penyusunan sudah melibatkan konstituen dan komunitas pers serta pakar. Praktik media yang selama ini sudah menggunakan AI ikut diadopsi dalam pedoman. Meskipun menggunakan AI, kontrol manusia atau redaksi harus tetap terlibat sejak awal sampai akhir proses pembentukan karya jurnalistik.
Penggunaan AI tidak melepaskan tanggung jawab perusahaan pers ketika ada komplain dari pembaca. Perusahaan pers dapat memberikan keterangan dan sumber AI dalam produksi karya jurnalistik. “Memang kita tidak bisa menghindari AI, pedoman ini diharapkan dapat membuat produk jurnalistik makin baik,” imbuhnya.
Pisau bermata dua
Anggota Tim Perumus Pedoman, Abdul Manan, menjelaskan pemicu lahirnya pedoman ini antara lain pemanfaatan AI yang cukup besar di kalangan insan pers. Selain itu AI seperti pisau bermata dua yakni membantu efisiensi kerja jurnalis dan bisa berdampak negatif seperti misinformasi dan penyebarluasan hoax.
Pedoman ini sebagai bentuk mitigasi dari dampak penggunaan AI. Pedoman ini seperti kode etik jurnalistik yang memberi panduan kepada jurnalis dan media untuk tujuan internal, tapi juga punya fungsi eksternal yakni melindungi publik, narasumber, dan konsumen produk jurnalistik.
Anggota Tim Perumus Pedoman, Abdul Manan. Foto: ADY
Pedoman ini juga menegaskan peran AI sebagai alat bantu, bukan menggantikan peran jurnalis. Sebagaimana disebut dalam konsideran menimbang yakni “kecerdasan buatan sebagai bagian dari teknologi informatika digunakan dalam upaya membantu dan mempermudah proses kerja jurnalistik, bukan untuk menggantikan tugas manusia dalam proses kerja jurnalistik”.
Selain memberi pegangan kepada jurnalis dan media, pedoman ini bisa digunakan publik untuk memantau penggunaan AI pada karya jurnalistik. AI merupakan perkembangan teknologi terkini, jangan sampai pemanfaatannya kurang optimal karena kebanyakan aturan.
“Pedoman ini dibuat fleksibel dengan harapan tidak menimbulkan dampak yang merugikan publik, misalnya soal akurasi data, kekayaan intelektual, pelindungan data pribadi dan lainnya,” ujar jurnalis Tempo itu.