Begini Dasar Hukum Mekanisme Pemindahan dan Pertukaran Narapidana WNI

Wacana pemindahan dan pertukaran napi antar negara belakangan muncul usai adanya rencana pemulangan terpidana seumur hidup kasus predator seksual, Reynhard Sinaga dari Inggris dan teroris, Hambali dari Amerika Serikat. Hal ini menjadi sorotan publik, mengingat belum ada UU khusus yang mengatur pemulangan narapidana.

Dalam praktik pemindahan narapidana antar negara, sampai saat ini belum ada satupun  konvensi yang mengatur secara menyeluruh tentang pemindahan narapidana antar  negara yang  disahkan dalam konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Karenanya  tidak ada ketentuan hukum secara internasional yang berlaku sama bagi setiap negara anggota PBB. Kecuali, Model Agreement on the Transfer of Foreign Prisoners and Recommendations on the Treatment of Foreign Prisoners yang hanya sebatas inisiatif dari  PBB.

Dalam model agreement ini, hanya dituangkan rambu-rambu bagaimana pemindahan narapidana antarnegara dapat dilakukan. Hal ini berarti tidak ada perjanjian multilateral yang bersifat universal yang mengatur mengenai pemindahan narapidana antarnegara.

Secara umum, transfer of prisoner adalah sebuah skema kerja sama antarnegara dalam bentuk pemindahan narapidana. Istilah lain yang sering digunakan untuk mekanisme ini adalah transfer of sentenced person (TSP).

Pada prinsipnya, setiap warga negara asing yang berada di suatu negara harus tunduk pada peraturan hukum yang berlaku di negara tersebut. Jika seseorang terbukti bersalah atas suatu tindak pidana, maka harus menjalani hukuman di negara tempat vonis dijatuhkan.

Namun, terdapat kemungkinan bagi seorang narapidana untuk dipindahkan ke negara asalnya. Hal ini berguna untuk melanjutkan masa hukuman yang telah ditetapkan oleh negara yang memberikan vonis, yang kebijakan ini juga diterapkan di Indonesia.

Dasar hukum mengenai regulasi pemindahan tahanan antar negara ini tertuang dalam Pasal 45 UU No. 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan. Pasal 45 ayat (1) menyebutkan, “Dalam hal tertentu, Narapidana dapat dipindahkan ke negara lain berdasarkan perjanjian”.

Pelaksanaan pemindahan tahanan antar negara tidak bisa dilakukan secara sepihak. Biasanya, kedua negara harus memiliki perjanjian bilateral yang mengatur secara khusus tentang transfer tahanan serta persyaratan yang harus dipenuhi. Di antaranya, aspek hukum, diplomasi, dan kepentingan nasional dari masing-masing negara.

Dalam kasus Reynhard Sinaga, karena rencana mekanisme yang digunakan adalah pertukaran narapidana, pemerintah Indonesia perlu melakukan negosiasi khusus dengan pemerintah Inggris. Proses ini melibatkan banyak aspek hukum dan berbagai pertimbangan diplomasi yang kompleks. Hal ini bertujuan agar memastikan kesepakatan dapat tercapai sesuai dengan kepentingan kedua belah pihak.

Indonesia belum memiliki payung hukum yang mengatur regulasi soal pemindahan dan pertukaran narapidana antarnegara, sebagaimana disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakat, Yusril Ihza Mahendra.

Mengenai pemindahan atau pertukaran narapidana ini, sejatinya telah diamanatkan oleh UU Pemasyarakatan yang harus diatur dalam undang-undanganya sendiri. Saat ini kebijakan pemindahan narapidana dijalankan berdasarkan diskresi Presiden, dengan mempertimbangkan aspek hubungan internasional, kerja sama dengan negara-negara tetangga, serta prinsip-prinsip dalam berbagai pakta kemanusiaan.

Presiden mengambil keputusan mengenai soal ini dari suatu implikasi yang berasal dari kebijakan presiden dengan pertimbangan-pertimbangan hubungan baik dengan negara-negara lain. Saat ini pemerintah tengah menggodok RUU tentang Transfer dan Pertukaran Narapidana yang akan menjadi dasar hukum bagi kerja sama antarnegara dalam pemindahan tahanan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *