Telaah Penggunaan Lagu Ciptaan dalam Putusan Agnes Mo vs Ari Bias

Dunia tarik suara kembali ramai pasca keluar putusan pengadilan kasus Agnez Mo dengan seorang pencipta lagu, Ari Bias, terkait permasalahan izin menyanyikan lagu Ari Bias, ”Bilang Saja” sekaligus royaltinya.

Banyak orang mengkaitkan hal ini dengan pernyataan seorang musisi sekaligus pencipta lagu kondang, Ahmad Dhani. Menurut Ahmad Dhani, pencipta lagu berhak dan berwenang penuh untuk melarang seseorang untuk menyanyikan lagu ciptaannya.

Setelah memperoleh dan membaca isi salinan putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat terkait, kami mencoba menguraikan tentang permasalahan ini.

Penyanyi Agnez Mo telah menyanyikan lagu “Bilang Saja” ciptaan Ari Bias pada tiga konser musik yang berlangsung di Surabaya (25 Mei 2023), Jakarta (26 Mei 2023), dan di Bandung (27 Mei 2023) yang diselenggarakan oleh PT Aneka Bintang Gading selaku event organizer ketiga konser musik tersebut.

Setelah ketiga konser tersebut berakhir, Ari Bias menghubungi manager Agnez Mo guna menanyakan perihal ketiadaan izin/lisensi dari Ari Bias kepada Agnez Mo untuk menyanyikan lagu ”Bilang Saja” ciptaannya. Ari Bias menyatakan telah menerapkan sistem direct licensing atas lagu-lagu ciptaannya. Atas dasar Agnez Mo tidak memperoleh izin/lisensi dari Ari Bias, maka Agnez Mo dianggap telah melakukan pelanggaran hak cipta sebagaimana diatur Pasal 9 ayat (2) UU No.28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta).

Selanjutnya Ari Bias mengutip pernyataan Lemb

Ari Bias akhirnya mensomasi Agnez Mo dan PT Aneka Bintang Gading selaku penyelenggara konser musik tersebut pada tanggal 19 April 2024 dan tanggal 2 Mei 2024. Menurut Ari Bias dalam surat gugatannya, PT Aneka Bintang Gading secara langsung menegaskan kepada Ari Bias bahwa ”semua pembayaran dan termasuk penggunaan lisensi atau meminta izin Penggugat ciptaan secara komersial dalam ketiga pertunjukan tersebut telah diserahkan kepada Agnez Mo”.

Kemudian, Ari Bias mengajukan gugatan perdata khusus pelanggaran hak cipta terhadap Agnez Mo selaku tergugat dan PT Aneka Bintang Gading selaku turut tergugat ke Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tanggal 11 September 2024. Dalam gugatannya, Ari Bias mendalilkan Agnez Mo telah melakukan pelanggaran hak cipta atas dasar telah mempertunjukkan lagu ciptaan “Bilang Saja” dalam tiga konser-konser musik tanpa izin sebelumnya dari Ari Bias. Ari Bias kemudian menuntut pembayaran uang ganti rugi dari Agnez Mo yang besarannya merujuk ke ketentuan pidana Pasal 113 ayat (2) UU Hak Cipta.

Majelis Hakim akhirnya memutus perkara tersebut dan menerima gugatan Ari Bias untuk sebagian dengan menyatakan Agnez Mo telah melakukan pelanggaran hak cipta karena telah menggunakan secara komersial lagu ciptaan Ari Bias ”Bilang Saja” pada tiga konser musik tanpa seizin Ari Bias selaku pencipta lagu. Agnez Mo dihukum pidana denda dengan besaran yang merujuk pada ketentuan pidana Pasal 113 ayat (2) UU Hak Cipta.

Perlu kami sampaikan bahwa kami tidak sedang mengeksaminasi isi putusan tersebut dan kami tidak sedang mengomentari pekerjaan-pekerjaan sesama Advokat dalam perkara tersebut. Tulisan ini adalah mengenai telaah hukum terkait perizinan penggunaan ciptaan terutama terkait dengan ciptaan lagu dan/atau musik.

Penggunaan Lagu Harus Izin Pencipta 
Pada pokoknya, setiap penggunaan ciptaan harus memperoleh izin dari penciptanya atau pemegang hak ciptanya (Pasal 9 ayat (2) UU Hak Cipta).

Di sisi lain, UU Hak Cipta mengatur pengecualian dalam hal penggunaan komersial ciptaan dalam pertunjukan sebagaimana diatur dalam Pasal 23 ayat (5) UU Hak Cipta dan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 56 tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu Dan/ Atau Musik (PP No. 56 Tahun 2021) yang menyatakan bahwa setiap orang (atau badan hukum) dapat melakukan penggunaan secara komersial ciptaan dalam suatu pertunjukan tanpa meminta izin terlebih dahulu kepada pencipta lagu dengan membayar imbalan kepada pencipta lagu melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMKN). Penting dicatat ketentuan Pasal 23 ayat (5) UU Hak Cipta ini menjadi dasar atau pegangan dalam hal izin penggunaan secara komersial ciptaan dalam pertunjukan.

Lalu, timbul pertanyaan, apakah ada pertentangan antara Pasal 9 ayat (2) dan ayat (3) UU Hak Cipta dan Pasal 23 ayat (5) UU Hak Cipta?

aga Manajemen Kolektif nasional (LMKN) pada tanggal 28 Maret 2024 bahwa LMKN tidak pernah memberikan izin dalam bentuk apapun kepada Agnez Mo atas penggunaan lagu ciptaan Ari Bias tersebut.

Tidak ada pertentangan antara kedua pasal tersebut di atas, karena walaupun penggunaan ciptaan harus memperoleh izin, namun Pasal 23 ayat (5) UU Hak Cipta memberi pengecualian bahwa dalam hal penggunaan ciptaan dalam pertunjukan, izin tersebut dapat diperoleh dengan melakukan pembayaran imbalan (royalti) kepada pencipta lagu melalui LMKN. Hal ini merupakan hak yang diberikan oleh UU Hak Cipta kepada pelaku pertunjukan untuk dapat menyanyikan lagu ciptaan dengan kemudahan izin melalui pembayaran royalti. Sehingga UU Hak Cipta melindungi hak pencipta lagu, namun tanpa meniadakan hak dari atau memberatkan penyanyi/pelaku pertunjukan.

Karenanya, penyanyi dapat menyanyikan lagu ciptaan dalam suatu pertunjukan (konser musik) tanpa harus memperoleh izin sebelumnya dari pencipta lagu dengan keharusan ada pembayaran royalti kepada pencipta lagunya (melalui LMKN).

Ketentuan Pasal 23 (5) UU Hak Cipta dan Pasal 3 PP No. 56 Tahun 2021 sebagaimana diuraikan di atas secara implisit juga mengakibatkan pencipta lagu tidak dapat melarang seseorang untuk menyanyikan lagunya dalam suatu pertunjukan (konser musik) sepanjang ada pembayaran royalti lagu tersebut kepada pencipta lagu. Pencipta lagu dapat saja melarang penyanyi menyanyikan lagu ciptaannya, tetapi tidak ada konsekuensi hukum akibat pengabaian larangannya jika ada pembayaran royalti kepada pencipta lagu.

UU Hak Cipta Tidak Mengenal Sistem Direct Licensing

Dalam kasus Agnez Mo di atas, Ari Bias menyatakan telah menerapkan sistem direct licensing atas lagu-lagu ciptaannya. Direct licensing adalah pemberian izin penggunaan ciptaan secara langsung dari pencipta lagu kepada pihak pengguna ciptaan lagunya. Ada beberapa ketentuan yang menunjukkan bahwa UU Hak Cipta tidak menggunakan sistem direct licensing yaitu Pasal 87 ayat (1) UU Hak Cipta yang menyebutkan pencipta, pemegang hak cipta, pemilik hak terkait menjadi anggota LMKN agar dapat menarik imbalan yang wajar dari pengguna yang memanfaatkan hak cipta dan hak terkait dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersial.

UU Hak Cipta menciptakan sistem bahwa di antara pencipta dan pengguna ciptaan ada lembaga perantara yang disebut sebagai Lembaga Kolektif Manajemen/LMK dan Lembaga Kolektif Manajemen Nasional/LMKN, yang mewajibkan pencipta, pemegang hak cipta, pemilik hak terkait menjadi anggotanya. Dengan sistem ini menutup kemungkinan dilakukannya direct licensing karena praktik tersebut dapat dianggap sebagai pelanggaran UU Hak Cipta.

Hal ini diperkuat dalam Pasal 12 PP No. 56 Tahun 2021, bahwa LMKN melakukan penarikan royalti untuk pencipta, pemegang hak cipta, pemilik hak terkait yang sudah menjadi anggota LMK maupun yang belum menjadi anggota LMK. Demikian pula, Pasal 23 ayat (5) UU Hak Cipta; Pasal 3 PP No. 56 Tahun 2021, Pasal 10 PP No. 56 Tahun 2021 menunjukkan bahwa izin dari pencipta maupun pembayaran royalti kepada pencipta harus melalui LMKN.

Tata Cara Pembayaran Royalti
Tata cara pembayaran royalti diatur dalam Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2) PP No. 56 tahun 2021. Pasal tersebut mengatur setiap orang (atau badan hukum) yang melakukan penggunaan secara komersial lagu dan/atau musik dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersial berdasarkan perjanjian lisensi, membayar royalti kepada LMKN. Demikian pula penggunaan secara komersial untuk suatu pertunjukan dapat menggunakan lagu dan/atau musik tanpa perjanjian lisensi dengan tetap membayar royalti melalui LMKN. Kapan pembayaran royalti dilakukan, diatur dalam Pasal 10 (3) PP No. 56 tahun 2021 yang menyatakan bahwa pembayaran royalti dilakukan segera setelah penggunaan secara komersial lagu dan/atau musik.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *