Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Simon Aloysius Mantiri, menegaskan bahwa produksi minyak mentah dalam negeri saat ini belum mampu memenuhi seluruh kebutuhan energi nasional. Oleh karena itu, sekitar 40 persen dari kebutuhan minyak mentah dan 42 persen dari produk minyak masih harus dipenuhi melalui impor.
Kondisi ini, kata dia, tetap harus berjalan demi memastikan ketahanan energi dan ketersediaan bagi masyarakat. Namun, dengan adanya tujuh orang tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang, ia menegaskan akan semakin meningkatkan transparansi dan memperbaiki tata kelola.
“Bersama Kementerian ESDM, kami akan mengevaluasi kembali seluruh proses yang ada,” ujar Simon dalam konferensi pers di Grha Pertamina, Senin (3/3).
Simon menegaskan bahwa kebijakan yang ada harus terus diperbaiki dengan mempertahankan proses yang telah berjalan baik sesuai dengan prinsip Good Corporate Governance (GCG).
“Celah-celah yang ditemukan dari temuan atau fakta hukum sebelumnya akan kami perbaiki agar pengelolaan ini tidak memberikan dampak negatif terhadap perusahaan maupun keuangan negara,” tambahnya.
Ia juga menyoroti bahwa di bawah pemerintahan baru, kebijakan yang diambil akan semakin berfokus pada pemanfaatan produksi dalam negeri dengan prioritas pengolahan dalam negeri harus diutamakan. Oleh karena itu, kata dia, ekspor minyak mentah akan dikurangi atau bahkan ditiadakan jika kebutuhan domestik masih tinggi.
Sementara itu, Wakil Direktur Utama Pertamina, Wiko Migantoro, menambahkan bahwa di bawah pemerintahan baru, Pertamina didorong untuk meningkatkan kapasitas nasional guna mencapai ketahanan energi.
“Kami terlibat dalam berbagai upaya peningkatan produksi gas nasional dan mengurangi ketergantungan pada impor minyak mentah,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa pemerintah baru saja mengeluarkan kebijakan agar minyak bagian pemerintah diprioritaskan untuk diolah di kilang dalam negeri. Selain itu, kilang-kilang Pertamina juga terus diperbarui untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas produksi.
“Saat ini, kilang kami beroperasi dengan lebih baik. Grid valuable product meningkat dari 75 menjadi 82, yang berarti kemampuan kilang dalam menghasilkan produk bernilai tinggi juga meningkat,” jelasnya.
Pemerintah juga terus mendorong pengembangan energi non-fosil, seperti implementasi B40 yang diharapkan dapat mengurangi impor minyak mentah. Namun, dengan pertumbuhan industri yang pesat, kebutuhan energi juga meningkat. Oleh karena itu, meskipun impor masih diperlukan, tata kelola impor akan terus diperbaiki dengan koordinasi yang lebih ketat bersama pemerintah.
Wiko juga menjelaskan pemerintah telah mendedikasikan bagian minyak mentahnya untuk diolah di kilang dalam negeri. “Tahun lalu, ekspor minyak mentah mencapai 70 ribu barel per hari. Tahun ini, pemerintah mendukung agar minyak bagian negara sepenuhnya diolah di dalam negeri,” katanya.
Lebih lanjut, Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Mars Ega Legowo Putra, menegaskan bahwa pihaknya memiliki market share terbesar dalam distribusi BBM nasional, mencapai 95-96 persen dari total kebutuhan BBM di sektor hilir.
“Kami melayani distribusi BBM dari Sabang hingga Merauke, sehingga kami memiliki tanggung jawab besar dalam memastikan mutu produk tetap terjaga,” ujarnya.
Mars Ega juga mengundang media dan publik untuk melihat langsung proses quality control yang dilakukan Pertamina. Pihaknya terbuka bagi masyarakat yang ingin melihat bagaimana pengujian kualitas dilakukan, mulai dari terminal hingga SPBU.
“Mudah-mudahan ini juga bisa memberikan informasi publik yang jelas, yang transparan bagaimana kita mengontrol layanan tersebut untuk memberikan jaminan mutuh kepada masyarakat,” tutupnya.