Bupati Indramayu Lucky Hakim saat ini tengah menjadi sorotan lantaran melancong ke Jepang. Masalahnya, Lucky melenggang negara Sakura itu tanpa mengantongi izin dari Kementerian Dalam Negeri. Buntut peristiwa ini, Lucky Hakim bakal dipanggil dan terancam sanksi dari Kemendagri.
Perihal izin perjalanan ke luar negeri untuk kepala daerah dan wakil kepala daerah diatur secara rinci dalam Permendagri No.59 Tahun 2019 tentang Tata Cara Perjalanan Ke Luar Negeri Di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri Dan Pemerintahan Daerah. Ketentuan Pasal 3 ayat (2) Permendagri 59/2019 menyebutkan, “Perjalanan ke luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas: a. Perjalanan Dinas; dan b. perjalanan ke luar negeri dengan alasan penting”.
Nah, perjalanan dinas dimaksud harus dilakukan untuk kepentingan dinas atau negara, bukan kepentingan pribadi. Sementara itu, izin perjalanan ke luar negeri dengan alasan penting dapat dilakukan untuk melaksanakan ibadah agama, menjalani pengobatan, dan kepentingan keluarga.
Sementara rumusan Pasal 77 ayat (2) UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (UU Pemda) menyebutkan, “Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang melakukan perjalanan ke luar negeri tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1) huruf i dikenai sanksi pemberhentian sementara selama 3 (tiga) bulan oleh Presiden untuk gubernur dan/atau wakil gubernur serta oleh Menteri untuk bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota”.
Dekan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Aan Eko Widiarto berpandangan, pelanggaran terhadap ketentuan tersebut dapat dikenai sanksi sesuai UU Pemda. Dia menerangkan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, terdapat pembagian hari kerja efektif, hari libur nasional, dan cuti bersama yang masing-masing memiliki kedudukan hukum berbeda.
“Hari kerja efektif itu adalah hari di mana ASN tidak boleh absen atau meninggalkan tugas. Ini berlaku dalam dua sistem, lima hari kerja dan enam hari kerja,” ujar Aan saat berbincang melalui sambungan telepon kepada Hukumonline, Selasa (8/4/2025).
Sementara hari libur nasional menurut Aan merupakan hari yang sejak awal telah ditetapkan negara sebagai hari bebas tugas kedinasan, kecuali untuk pelayanan strategis seperti rumah sakit dan keamanan. Adapun cuti bersama memiliki sifat yang mirip dengan hari libur. Namun tanggalnya tidak ditandai sebagai tanggal merah dalam kalender, melainkan diputuskan pemerintah berdasarkan situasi tertentu.
“Pada cuti bersama, ASN juga tidak diwajibkan bekerja, kecuali untuk penugasan tertentu yang sifatnya emergensi atau berkaitan dengan pelayanan yang tidak bisa berhenti,” jelas Aan.
Tapi begitu, dalam konteks pelesiran Bupati Indramayu, bupati tidak termasuk Aparatur Sipil Negara (ASN). Dengan demikian tidak tunduk pada Peraturan Pemerintah (PP) No. 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
“Bupati itu pejabat negara, bukan ASN. Jadi, ketentuan yang mengikatnya adalah UU Pemerintahan Daerah. Bila terbukti melanggar instruksi, maka sanksi bisa dikenakan berdasarkan Pasal 77 ayat (2) UU Pemda,” terang Aan.
Antara hak dan kewajiban
Terpisah, dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Bandung, Efik Yusdiansyah mengatakan mengacu UU No. 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara, aparatur negara memiliki hak atas cuti dan waktu istirahat. Namun hak ini tidak bersifat mutlak. Tapi dibatasi oleh kewajiban pelayanan publik yang menjadi fondasi utama dari profesi ASN.
Dalam Pasal 3 huruf c, d, e, dan f PP 94/2021, ASN wajib melaksanakan tugas kedinasan dengan penuh tanggung jawab. Kemudian menunjukkan integritas dan keteladanan, menaati jam kerja. Serta tunduk pada peraturan perundang-undangan.
“Hak ASN hanya dapat dijalankan jika tidak mengganggu kepentingan publik, terutama ketika instansi tempatnya bertugas tetap menjalankan fungsi pelayanan dasar. Bila berlibur tanpa izin, atau dalam kondisi bertugas, maka ASN dapat dikenai sanksi administratif,” ujar Efik.
Dalam perspektif Hukum Administrasi Negara, Efik berpandangan seorang ASN adalah bagian dari sistem pelayanan publik yang terikat pada asas efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas. Liburan di luar jadwal resmi atau meninggalkan tugas kedinasan tanpa izin, terlebih dalam situasi strategis, merupakan bentuk pelanggaran administratif yang dapat dijatuhi sanksi sesuai dengan tingkat pelanggaran dan tanggung jawab jabatan.
Sanksi disiplin diatur dalam PP 94/2021, mulai dari teguran tertulis hingga pemberhentian dari jabatan. Selain itu, ASN harus tunduk pada Peraturan Menteri PAN-RB No. 6 Tahun 2022 tentang Pengelolaan Kinerja Pegawai ASN. Beleid menekankan pentingnya kedisiplinan dan kontribusi berkelanjutan terhadap tugas pelayanan.
Terkait dengan pejabat publik yang dalam hal ini adalah Bupati Indramayu, Efik mengatakan dalam hukum tata negara jabatan ini bukan sekadar pelaksana administratif, tetapi merupakan agen konstitusi yang menjalankan fungsi negara.
“Dalam konteks ini, absennya pejabat saat diperlukan untuk menjamin hak masyarakat atas pelayanan publik dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap prinsip kedaulatan rakyat, akuntabilitas konstitusional, dan asas good governance,” tegas Efik.
Ia melanjutkan, pejabat publik harus memahami hak cuti tidak dapat dijalankan secara absolut, apalagi jika bertentangan dengan prinsip pelayanan dan etika jabatan. Dalam negara hukum yang menjunjung prinsip akuntabilitas dan amanah, tanggung jawab terhadap masyarakat harus selalu menjadi prioritas utama.
“Berlibur boleh, tapi bukan dengan mengorbankan pelayanan yang menjadi hak masyarakat dan kewajiban jabatan. Pejabat yang baik adalah yang hadir saat dibutuhkan, dan memilih bertugas ketika kebanyakan orang memilih beristirahat,” tutupnya.