Angkat Isu Penegakan Hukum Narkotika, Bayu Sasongko Raih Gelar Doktor di Universitas Borobudur

Dalam disertasinya, Bayu mengangkat isu strategis mengenai perlunya sinergitas optimal antar aparat penegak hukum, yaitu Kepolisian, Kejaksaan, dan BNN, dalam rangka memperkuat peran TAT sebagai salah satu instrumen penting dalam penanganan kasus penyalahgunaan narkotika.

Universitas Borobudur menggelar sidang terbuka promosi doktor di bidang Ilmu Hukum yang menjadi momen penting bagi Bayu Sasongko, mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum yang berhasil meraih gelar Doktor setelah mempertahankan disertasinya yang berjudul “Sinergitas Aparat Penegak Hukum Terhadap Upaya Penguatan Tim Asesmen Terpadu dalam Mengatasi Penyalahgunaan Narkotika.”

Dalam disertasinya, Bayu mengangkat isu strategis mengenai perlunya sinergitas optimal antar aparat penegak hukum, yaitu Kepolisian, Kejaksaan, dan Badan Narkotika Nasional (BNN), dalam rangka memperkuat peran Tim Asesmen Terpadu (TAT) sebagai salah satu instrumen penting dalam penanganan kasus penyalahgunaan narkotika.

“Penanganan pengguna narkotika seharusnya lebih menitikberatkan pada rehabilitasi daripada penghukuman, guna mengurangi angka residivisme dan memperkuat keadilan humanistik di Indonesia,” ujar Bayu dalam sidang yang digelar di Auditorium Universitas Borobudur, Selasa (29/4).

Penyalahgunaan narkotika, menurut Bayu, bukan semata-mata persoalan hukum, melainkan juga permasalahan kesehatan dan sosial yang kompleks. Ia mengkritisi pendekatan represif yang cenderung mengedepankan pemidanaan, yang menurutnya tidak selalu efektif dalam mengatasi permasalahan narkotika.

Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya memperkuat peran Tim Asesmen Terpadu yang terdiri atas unsur aparat hukum dan tenaga medis untuk secara objektif menentukan apakah pecandu narkotika perlu menjalani proses hukum atau rehabilitasi.

Adapun penelitiannya menemukan bahwa sinergi antara lembaga penegak hukum masih menghadapi sejumlah kendala, antara lain perbedaan perspektif antar institusi serta kurangnya koordinasi yang sistematis. Untuk itu, Bayu mengusulkan reformulasi kebijakan hukum yang lebih integratif dan berlandaskan keadilan restoratif.

Salah satu gagasan penting yang ia tawarkan adalah pembentukan Tim Asesmen Multidisipliner yang bekerja berdasarkan prinsip objektivitas dan pendekatan ilmiah.

“Penyalahguna narkotika bukan semata pelaku kejahatan, tetapi korban dari kecanduan yang membutuhkan intervensi rehabilitatif. Tim Asesmen Terpadu perlu diperkuat baik secara regulasi, kapasitas SDM, maupun dukungan teknologi, agar tidak terjadi kriminalisasi terhadap pecandu,” tegas Bayu.

Sidang promosi yang berlangsung selama lebih dari satu jam tersebut juga mencakup sesi tanya jawab dari para penguji. Pertanyaan yang diajukan berkisar pada efektivitas koordinasi antar lembaga penegak hukum, tantangan implementasi keadilan restoratif dalam perkara narkotika, serta kebutuhan mendesak untuk memperbarui regulasi terkait asesmen hukum bagi pengguna narkotika.

Bayu pun menjawab setiap pertanyaan secara tenang dan meyakinkan, menunjukkan penguasaan substansi yang mendalam atas topik disertasinya.

Adapun disertasi Bayu disusun melalui pendekatan penelitian yuridis-empiris yang mendalam, dengan memadukan analisis hukum, wawancara terhadap pemangku kebijakan, dan studi lapangan.

Hasil penelitiannya menegaskan pentingnya pembentukan Tim Asesmen Multidisipliner dan penggunaan teknologi dalam asesmen hukum guna mempercepat, mengefektifkan, serta menstandarkan proses rehabilitasi terhadap pecandu narkotika.

“Penting pula harmonisasi regulasi dan penguatan sinergi antar lembaga untuk mewujudkan sistem hukum yang adil dan berorientasi pada pemulihan,” katanya.

Sementara itu, Promotor Bayu, Prof. Faisal Santiago, dalam sambutannya menyatakan apresiasi dan kebanggaannya terhadap pencapaian anak didiknya. Ia menuturkan kebanggaannya atas pencapaian Bayu kali ini.

“Ia tidak hanya menyelesaikan studi doktoralnya dengan baik, tetapi juga menghadirkan sebuah disertasi yang relevan dan berdampak besar terhadap perbaikan sistem hukum kita. Bayu berhasil menawarkan gagasan konkret untuk memperkuat sinergi aparat penegak hukum dan mengedepankan pendekatan rehabilitatif dalam penanganan penyalahguna narkotika. Ini adalah bentuk kepedulian akademik yang patut diapresiasi dan ditindaklanjuti dalam kebijakan hukum nasional,” tuturnya.

Pada akhir sidang, Bayu secara resmi dinyatakan lulus dengan predikat Cumlaude dan menyandang gelar Doktor Ilmu Hukum dari Universitas Borobudur. Dalam sambutan penutupnya, Bayu menyampaikan rasa syukur dan terima kasih kepada keluarga serta seluruh pihak yang telah mendukung perjalanan akademiknya.

Ia berharap temuannya dapat memberikan kontribusi nyata dalam pembaruan hukum di Indonesia, khususnya dalam bidang penanganan kasus penyalahgunaan narkotika secara lebih manusiawi dan berkeadilan.

Sebagai informasi, sidang promosi doktor ini dipimpin oleh Prof. Rudi Bratamanggala, M.M., Wakil Rektor II Universitas Borobudur, yang juga bertindak sebagai ketua sidang. Adapun Prof. Faisal Santiago bertindak sebagai promotor, dan Dr. Tina Amelia sebagai ko-promotor.

Turut hadir pula dewan penguji yang terdiri dari akademisi terkemuka di bidang hukum, yakni Dr. I Wayan Wiryawan dan Prof. Dr. Abdullah Sulaiman yang  memberikan masukan kritis serta mengajukan berbagai pertanyaan untuk menguji kedalaman dan keabsahan penelitian yang dilakukan Bayu.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *