Permen ESDM 10/2025 dan Transisi Ketenagalistrikan di Indonesia

Transisi ini perlu dilakukan secara bertahap dengan melakukan kajian komprehensif agar tidak menimbulkan permasalahan seperti krisis listrik atau meningkatkan beban negara, masyarakat, dan pelaku usaha. Hal terpenting adalah konsistensi komitmen semua stakeholders terkait capaian target net zero emission dengan mengimplementasikan kebijakan dan rencana kerja di setiap tahapan tanpa harus menunggu sampai mendekati tahun 2060.

Dalam rangka memberikan pedoman pelaksanaan transisi sektor ketenagalistrikan yang mendukung pencapaian target net zero emission gas rumah kaca, pada tanggal 10 April 2025 yang lalu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral menetapkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 10 Tahun 2025 tentang Peta Jalan (Road Map) Transisi Energi Sektor Ketenagalistrikan (Permen ESDM 10/2025). Peraturan ini ditetapkan menjadi pedoman transisi penyediaan dan pemanfaatan energi tak terbarukan menjadi energi baru dan energi terbarukan, penggunaan teknologi energi rendah karbon, dan/atau efisiensi energi secara bertahap, terukur, nasional dan berkelanjutan untuk menurunkan emisi gas rumah kaca.

Permen 10/2025 adalah bagian dari rangkaian kebijakan Pemerintah yang ditetapkan untuk mendukung upaya pengendalian perubahan iklim sesuai Persetujuan Paris atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim (Paris Agreement) yang telah diratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016. Salah satu bentuk kongkret dukungan Pemerintah terhadap Paris Agreement adalah Presiden telah menetapkan pedoman pengurangan emisi gas rumah kaca melalui kebijakan, langkah serta kegiatan untuk pencapaian Nationally Determined Contribution (komitmen suatu negara untuk penanganan perubahan iklim global dalam mencapai tujuan Paris Agreement), dengan target net zero emission emisi gas rumah kaca bisa dicapai paling lambat tahun 2060.

Sektor ketenagalistrikan merupakan sektor yang sangat terdampak dengan inisiatif dunia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca ini. Data dari World Resources Institute menyebutkan bahwa sektor energi berkontribusi sebesar 75,7% dari emisi gas rumah kaca dunia, 29,7% diantaranya berasal dari ketenagalistrikan. Tingginya kontribusi sektor ketenagalistrikan terhadap emisi gas rumah kaca dunia disebabkan masih masifnya penggunaan bahan bakar fosil seperti batubara, gas alam dan bahan bakar minyak sebagai bahan bakar penggerak turbin dan generator pembangkit tenaga listrik. Seperti diketahui, jenis pembangkit listrik yang paling banyak dipergunakan di dunia adalah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang menggunakan terutama batubara sebagai bahan bakar penggerak turbin dan generator.

Di Indonesia, penggerak turbin dan generator pembangkit tenaga listrik juga masih didominasi pembangkit yang menggunakan bahan bakar fosil. Komitmen Pemerintah Indonesia untuk mendukung upaya pengendalian perubahan iklim sesuai Paris Agreement akan berdampak terhadap penggunaan penggerak turbin dan generator pembangkit tenaga listrik yang menggunakan bahan bakar fosil yang cenderung tidak ramah lingkungan karena menimbulkan emisi gas rumah kaca yang tinggi. Perusahaan penyedia tenaga listrik di Indonesia seperti yang terbesar yakni PT PLN (Persero) wajib bertransisi dengan mengganti sebagian besar pembangkit listrik berbahan bakar fosil dengan pembangkit listrik yang ramah lingkungan yang menggunakan sumber energi terbarukan seperti tenaga surya, air, angin dan panas bumi, yang tidak menghasilkan CO2.

Tantangan terbesar transisi ketenagalistrikan ini masalah pendanaan pembangunan pembangkit listrik dengan sumber energi baru dan energi terbarukan. Walaupun biaya operasionalnya relatif lebih rendah karena sumber energinya disediakan oleh alam, pembangunan pembangkit listrik energi baru dan energi terbarukan membutuhkan biaya investasi yang sangat besar. Biaya investasi ini dipergunakan untuk membangun pembangkit listrik pengganti sebagian besar pembangkit listrik yang berbahan bakar fosil (terutama yang berbahan bakar batubara) yang sudah ada sekarang menuju tahun 2060 agar kontribusi emisi gas rumah kaca dari sektor kelistrikan mencapai net zero emission. Transisi ini juga membutuhkan dukungan regulasi, birokrasi terutama di daerah-daerah serta kajian, perencanaan matang dan strategi yang tepat agar tidak menimbulkan krisis energi listrik di suatu tempat, menghambat peningkatan kebutuhan listrik masyarakat dan pelaku usaha, serta membebani masyarakat umum dan pengusaha dengan adanya kenaikan harga listrik.

Komitmen Pemerintah untuk menurunkan emisi gas rumah kaca dari sektor ketenagalistrikan serta kesadaran terhadap tantangan di atas inilah yang menjadi latar belakang penetapan Permen 10/2025. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral menetapkan peta jalan transisi energi sektor ketenagalistrikan. Peta jalan ini menggambarkan strategi sektor kelistrikan untuk mencapai net zero emission di tahun 2060 dengan mengkombinasikan antara pengurangan penggunaan pembangkit tenaga listrik berbahan bakar fosil, peningkatan penggunaan pembangkit tenaga listrik yang menggunakan energi baru dan energi terbarukan, serta mengimplementasikan teknologi carbon capture and storage pada pembangkit berbahan bakar fosil.

Transisi sektor ketenagalistrikan sebagaimana ditetapkan dalam Permen 10/2025 tidak hanya sekedar pekerjaan menutup PLTU berbahan bakar batubara untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan mencapat target net zero emission sektor ketenagalistrikan di tahun 2060. Transisi ini perlu dilakukan secara bertahap dengan melakukan kajian yang komprehensif agar tidak menimbulkan permasalahan seperti krisis listrik atau meningkatkan beban negara, masyarakat, dan pelaku usaha. Hal terpenting adalah konsistensi komitmen semua stakeholders terkait capaian target net zero emission dengan mengimplementasikan kebijakan dan rencana kerja di setiap tahapan tanpa harus menunggu sampai mendekati tahun 2060 nanti.

*) Sunu Widi Purwoko, Alumnus Fakultas Hukum Universitas Indonesia, lulus tahun 1995 (S1) dan 2007 (S2). Sekarang bekerja sebagai Senior Consultant di Energy Transition Initiative dan Senior Partner di Mudihardjo & Co

Artikel Kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *