Ketua Tim Buzzer Ditangkap Kejagung, Dibayar Rp864,5 Juta untuk Rintangi Proses Hukum Perkara Korupsi

Sosok yang kini ditetapkan sebagai tersangka adalah MAM (M Adhiya Muzakki), Ketua Tim Cyber Army, yang diduga terlibat dalam upaya mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung maupun tidak langsung proses hukum perkara korupsi.

Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung kembali menetapkan tersangka baru dalam perintangan proses hukum sejumlah perkara tindak pidana korupsi.

Sosok yang kini ditetapkan sebagai tersangka adalah MAM (M Adhiya Muzakki), Ketua Tim Cyber Army, yang diduga terlibat dalam upaya mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung maupun tidak langsung proses hukum perkara korupsi, mulai dari tahap penyidikan hingga pemeriksaan di pengadilan.

Direktur Penyidikan Jampidsus, Abdul Qohar menjelaskan penanganan ini merupakan pengembangan dari berbagai perkara korupsi besar, antara lain korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya, tata niaga komoditas PT WBS Tbk, dan importasi gula.

Anda bosan baca berita biasa?
Kami persembahkan untuk Anda produk jurnalisme hukum terbaik. Kami memberi Anda artikel premium yang komprehensif dari sisi praktis maupun akademis, dan diriset secara mendalam.

Penyidik mengungkap adanya persekongkolan antara MM dan sejumlah pihak lain, yakni MS, JS, dan TB yang merupakan Direktur Pemberitaan JekTV. Mereka diduga bersama-sama melakukan tindakan untuk menghalangi atau menggagalkan proses hukum dalam perkara korupsi.

“Tersangka MAM dan tersangka TB bersepakat dengan tersangka MS dan tersangka JS untuk membuat berita-berita negatif dan konten-konten negatif yang menyudutkan Kejaksaan Agung dalam penanganan perkara a quo di tingkat penyidikan, penuntutan, dan di persidangan,” kata Qohar saat konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung, Rabu malam (7/5).

Perbuatan tersebut, kata dia, dilakukan dengan menyebarluaskan narasi-narasi negatif terhadap Kejaksaan Agung melalui berbagai media, termasuk TikTok, Instagram, Twitter, serta media online dan siaran televisi. Mereka menyebarkan opini-opini yang menyesatkan tentang kinerja penyidik dan penuntut umum dalam menangani perkara korupsi.

“MAM dan TB menyepakati pembuatan konten negatif yang menyerang kinerja Kejaksaan dalam proses penyidikan, penuntutan, hingga persidangan. Konten tersebut kemudian dipublikasikan secara masif melalui media sosial dan media online,” jelasnya.

Selain itu, JS selaku advokat disebut sebagai pihak yang menyusun narasi-narasi yang menguntungkan tim pengacara MS dan JS, dan pada saat yang sama merugikan penegak hukum.

“JS membuat opini-opini yang menyudutkan penyidik dan penuntut umum, antara lain menyebut bahwa metodologi penghitungan kerugian negara yang digunakan Kejaksaan dalam perkara ini adalah tidak benar dan menyesatkan,” ujar Qohar.

Konten-konten tersebut kemudian diperluas jangkauannya melalui tim buzzer yang dibentuk oleh MAM, yang disebut sebagai Tim Cyber Army. Tim ini dibagi dalam lima kelompok  Mustafa I hingga Mustafa V dengan total sekitar 150 orang buzzer yang dibayar Rp1,5 juta per orang untuk menyerang narasi pemberantasan korupsi oleh Kejaksaan.

MAM juga diketahui menghilangkan barang bukti berupa handphone yang berisi komunikasi antara dirinya dengan MS dan JS, yang terkait langsung dengan produksi konten negatif tersebut. Konten itu tidak hanya disebarkan melalui media sosial, tetapi juga dibawa ke ruang-ruang diskusi publik seperti talk show dan diskusi panel di kampus-kampus.

Lebih lanjut, MAM disebut menerima aliran dana sebesar Rp864.500.000 dari MS. Uang tersebut diberikan melalui staf keuangan dari kantor hukum Ariyanto Arnaldo Law Firm (AALF), yang dikelola MS.

“Jumlah total uang yang diterima oleh MAM dari MS sebanyak Rp864.500.000,” kata Qohar.

Qohar menegaskan bahwa semua perbuatan tersebut dilakukan dengan tujuan membentuk opini negatif di masyarakat terhadap proses penegakan hukum yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung. Tindakan itu dinilai berupaya menggagalkan pembuktian perkara di persidangan agar tidak terbukti secara hukum.

Atas perbuatannya, MAM dikenakan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Untuk kepentingan penyidikan, MAM ditahan selama 20 hari ke depan. Ia kini ditahan di Rumah Tahanan Salemba cabang Kejaksaan Agung.

Dengan demikian, total tersangka dalam kasus perintangan penanganan perkara ini menjadi empat orang, yaitu MS, JS, TB, dan MAM.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *