Langkah BPI Danantara dalam menginstruksikan penundaan RUPS BUMN Non-Tbk menunjukkan pergeseran kewenangan yang cukup signifikan dari Kementerian BUMN ke BPI Danantara.
Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) mengeluarkan instruksi resmi kepada seluruh jajaran direksi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Non-Tbk beserta anak perusahaannya untuk menunda pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Instruksi ini diberlakukan sebagai bagian dari proses evaluasi menyeluruh yang tengah dilakukan BPI Danantara terhadap kegiatan korporasi yang dijalankan oleh entitas BUMN.
Kebijakan tersebut dikeluarkan untuk memberikan waktu yang cukup bagi BPI Danantara melakukan kajian dan penilaian terhadap berbagai aspek operasional BUMN, termasuk kebijakan strategis, struktur organisasi, dan rencana-rencana jangka panjang.
Namun demikian, penundaan ini tidak diberlakukan secara menyeluruh. BUMN dan anak usaha yang telah berbentuk sebagai perusahaan publik atau public listed company tetap diperbolehkan menyelenggarakan RUPS, selama mengikuti regulasi pasar modal yang berlaku dan berada dalam pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Selain kebijakan penundaan RUPS, BPI Danantara juga mengeluarkan arahan tambahan yang mewajibkan seluruh BUMN memastikan bahwa setiap rencana kegiatan korporasi strategis, termasuk penandatanganan kontrak jangka panjang, harus lebih dahulu dikaji dan dipertimbangkan oleh BPI Danantara. Jajaran direksi juga diwajibkan untuk menyampaikan laporan kinerja secara rutin dan berkala, disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik masing-masing perusahaan.
Instruksi ini dituangkan dalam Surat Edaran Nomor S-027/DI-BP/V/2025. Dalam surat tersebut, CEO BPI Danantara, Rosan Roeslani, menjelaskan bahwa kebijakan ini merupakan tindak lanjut atas berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN, serta diselesaikannya proses inbreng saham BUMN ke dalam Holding Operasional berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2025 tanggal 21 Maret 2025.
Lebih lanjut, Rosan menjelaskan bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2025 yang juga terbit pada 21 Maret 2025, pengelolaan terhadap BUMN, termasuk investasi dan dividen dari BUMN, kini menjadi kewenangan penuh BPI Danantara, Holding Operasional, dan Holding Investasi. Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 3F ayat (1), Pasal 3AC, dan Pasal 3AL UU BUMN.
“Kami menginstruksikan Saudara agar menunda seluruh Rapat Umum Pemegang Saham BUMN dan anak usaha langsung dan tidak langsung BUMN (kecuali BUMN dan anak usaha yang berbentuk perusahaan publik) sebelum mendapatkan kajian dan evaluasi menyeluruh terlebih dahulu dari BPI Danantara dan Holding Operasional,” tulis Rosan dalam surat tersebut yang dikutip Selasa (13/5).
Menanggapi kebijakan ini, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, menilai bahwa keputusan untuk menunda RUPS BUMN Non-Tbk memiliki sejumlah kelemahan yang patut dicermati, terutama dalam konteks efektivitas tata kelola dan kelangsungan bisnis BUMN.
Menurut Bhima, penundaan RUPS dapat menghambat proses pergantian direksi dan komisaris yang mungkin sangat dibutuhkan oleh BUMN dalam menghadapi kompleksitas tantangan bisnis saat ini.
“Semakin lama tertunda, maka dikhawatirkan akan terjadi masa tunggu dalam pengambilan keputusan strategis yang penting bagi keberlanjutan perusahaan,” ujarnya saat dihubungi Hukumonline, Selasa (13/5).
Bhima juga mengingatkan bahwa keterlambatan pelaksanaan RUPS akan berdampak pada terhambatnya ekspansi usaha BUMN karena keterbatasan dalam pemanfaatan laba ditahan (retained earnings). Hal ini secara langsung akan mempengaruhi kemampuan BUMN untuk mengembangkan usaha dan menjalankan proyek strategis yang memerlukan modal besar.
“Jika RUPS BUMN ditunda maka dividen BUMN yang akan digunakan oleh Danantara untuk ekspansi juga akan tertunda,” tambahnya.
Lebih jauh, Bhima menyoroti aspek kelembagaan dan kewenangan yang kini berubah pasca kebijakan baru ini. Ia menilai, langkah BPI Danantara dalam menginstruksikan penundaan RUPS menunjukkan pergeseran kewenangan yang cukup signifikan dari Kementerian BUMN ke BPI Danantara.
“Apakah sikap Danantara ini mengurangi kewenangan Kementerian BUMN? Betul. Danantara menjadi semacam super power yang mengatur langkah dan komposisi direksi-komisaris BUMN, dibandingkan kementerian BUMN. Ini langkah awal Danantara untuk membuktikan kewenangannya yang lebih tinggi,” ujar Bhima.
Ia berharap, dalam dua pekan ke depan sudah ada kejelasan dan keputusan mengenai pelaksanaan RUPS, agar tidak terjadi stagnasi dalam pengambilan keputusan korporasi, sekaligus menjaga stabilitas dan keberlanjutan program-program strategis BUMN.
Untuk diketahui, Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) merupakan organ penting dalam tata kelola perusahaan, khususnya perseroan terbatas. Di perusahaan terbuka, RUPS menjadi forum utama bagi pemegang saham untuk mengambil keputusan strategis yang tidak dapat dilimpahkan ke direksi atau dewan komisaris, seperti pengangkatan manajemen, pengesahan laporan keuangan, serta penetapan laba dan kebijakan besar perusahaan
Menurut UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, RUPS hanya dapat dihadiri pemegang saham yang memenuhi syarat, dan keputusan sah jika kuorum kehadiran dan suara terpenuhi. Adapun penundaan RUPS atas instruksi BPI Danantara dapat berdampak pada tertundanya pengambilan keputusan penting, termasuk rotasi direksi, pengesahan laporan tahunan, dan perubahan struktur modal.