Revisi UU Pemilu, Waktunya Evaluasi Total?

Anggota Komisi II DPR Muhammad Khozin mengaku, pihaknya tengah menyicil pembahasan Revisi UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Bahkan, pihaknya telah menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan beberapa pemerhati Pemilu dan akademisi.

“Mulai tahun depan sudah mulai dilakukan pembahasan RUU Pemilu,” kata Khozin dalam Seminar Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) bertema “Perubahan Undang-Undang Pemilu Menuju Tata Kelola Pemilu yang Berkepastian dan Berkeadilan” di Bali, Jumat (25/4).

Ia menjelaskan, salah satu tujuan dari Revisi UU Pemilu adalah aspek regulasi. Setiap pembahasan diharapkan nantinya menggunakan parameter yang tepat sehingga pembahasan terjadi secara utuh. “Sistem pemilu ini harus dilakukan evaluasi total,” kata politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu.

Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto pada acara yang sama menyampaikan bahwa Revisi UU Pemilu memiliki sejumlah prinsip yang harus menjadi landasan. Salah satunya, proses tersebut tidak boleh terlepas dari kesepakatan bersama terkait otonomi daerah. “Sejauh mana kita memberikan kewenangan kepada daerah, kepada provinsi, kepada kota dan kabupaten?” tanyanya.

Ia menjelaskan, pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah merupakan upaya untuk mencapai keseimbangan dalam mewujudkan kesejahteraan di daerah dan efektivitas pemerintahan. Karena itu, pembagian kewenangan ini terus ditata untuk mencapai keseimbangan tersebut. Ia juga menyinggung pihak-pihak yang kerap terjebak pada isu sentralisasi ketika suatu kewenangan ditangani oleh pemerintah pusat. “Jadi jangan disederhanakan kemudian oh ini sentralisasi, oh ini kewenangan di daerah, tidak,” jelasnya.

Di sisi lain, terkait dengan bentuk sistem Pemilu, ia menekankan pentingnya kualitas sistem penegakan hukum, termasuk di daerah. Sebab, kata dia, ada yang berpendapat bahwa apa pun bentuk Pemilu yang diterapkan, kualitasnya tetap bergantung pada sistem penegakan hukum. Karenanya, untuk mewujudkan Pemilu yang berkualitas dibutuhkan peran dari banyak pihak.

Sekjen APHTN-HAN Prof. Bayu Dwi Anggono setidaknya terdapat empat isu menarik terkait Revisi UU Pemilu. Pertama, adanya tarik menarik antara Badan Legislasi dan Komisi II DPR yang akan bahas RUU tersebut. Kedua, Revisi UU Pemilu adalah termasuk revisi paket UU Politik, antara lain UU Pemilu, UU Pilkada, UU Parpol. Hal ini muncul pertanyaan metode pembahasan apa yang akan diterapkan, kodifikasi atau omnibus law.

Ketiga, sejauh mana arah perubahan UU Pemilu dapat mewujudkan tata kelola pemilu yang berkepastian dan berkeadilan. Keempat, sejauh mana pembahasan Revisi UU Pemilu mampu mendapatkan partisipasi publik yang bermakna, sehingga revisi ini bukan hanya untuk agenda elit politik saja. “Sesungguhnya akademisi punya legitimasi untuk turut serta memberikan masukannya dalam revisi ini,” kata Bayu.

Tantangan

Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja mengatakan, tantangan dalam penyelenggaraan pemilu adalah kepastian hukum pemilu yang terus berubah-ubah. Apalagi, perubahan terjadi pada waktu-waktu mepet dan bahkan tengah dilangsungkannya tahapan pemilu. Meskipun begitu, ia setuju segera dilakukannya Revisi UU Pemilu.

“Tahapan penyelenggaraan yang berhimpitan, tahapan pemilu belum berakhir dan tahapan pilkada sudah dimulai membutuhkan fokus yang tinggi dari penyelenggara dengan beban kerja penyelenggara pemilu yang besar,” kata Bagja.

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Mochammad Afifuddin mengatakan, pelaksanaan pemilu secara serentak pada 2024 lalu secara umum berjalan lancar. Kini, KPU tengah melaksanakan evaluasi pelaksanaan Pemilu dan Pilkada serentak tahun 2024. Pada saat yang sama, KPU juga sedang menerima masukan terhadap evaluasi Pemilu dan perubahan UU berdasarkan pelaksanaan pemilu serentak tahun 2024.

Ia mengingatkan agar pembahasan Revisi UU Pemilu dilakukan dengan matang. Jangan sampai waktu pembahasan dan persetujuan dekat dengan tahapan pelaksanaan pemilu. Sehingga berakibat pada gagalnya gelaran Pemilu di Indonesia. “Mendingan kita mengorbankan berapa rupiah daripada pemilunya gagal. KPU tidak ingin tercatat dalam sejarah satu-satunya Lembaga yang gagal dalam penyelenggaran pemilu, bayang-bayang itu lebih mahal daripada miliar-miliar uang,” katanya.

Belum lagi terdapat pengaruh dari eksternal terhadap pelaksanaan pemilu seperti pengaruh putusan lembaga peradilan. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan Mahkamah Agung (MA) terkait sengketa pemilu memberikan dampak langsung terhadap jadwal dan tahapan pemilu. Proses hukum seringkali memperlambat pelaksanaan tahapan. Di sisi lain terdapat faktor sosial dan politik yakni ketegangan antarpartai atau kandidat tertentu seringkali menciptakan konflik yang memengaruhi suasana demokrasi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *