Aturan ini juga menetapkan tarif ongkos kirim (ongkir) dan standar layanan pengiriman barang ke pelosokpelosok daerah di Indonesia.
Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menerbitkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Digital No. 8 Tahun 2025 tentang Layanan Pos Komersial untuk mendorong keterjangkauan layanan logistik hingga ke pelosok-pelosok daerah. Beleid ini juga mengatur besaran tarif dan standar layanan pengiriman barang.
Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid mengatakan ada lima poin utama dalam kebijakan baru ini. Adapun dasar-dasar pertimbangannya, Kementerian Komdigi menyadari bahwa saat ini telah memasuki fase penting dalam penguatan ekosistem pos, kurir, dan logistik nasional sebagai tulang punggung distribusi tidak hanya barang, tetapi juga fondasi dalam ketahanan ekonomi.
“Untuk itu poin pertama dari kebijakan ini adalah memperluas jangkauan layanan secara kolaboratif dalam 1,5 tahun ke depan dengan menargetkan kolaborasi antarpelaku industri, sehingga bisa menjangkau 50% provinsi di Indonesia,” kata Meutya di Kantor Komdigi, Jum’at (16/5/2025).
Kedua, Permen ini mengatur adanya peningkatan kualitas layanan dan perlindungan terhadap konsumen. Untuk itu, Komdigi mendorong adanya status mutu layanan yang terukur, sehingga masyarakat bisa dengan mudah memilih layanan pengiriman logistik yang aman, nyaman, dan bisa dipercaya.
Ketiga, pemerintah mendorong infrastructure sharing demi menciptakan ekosistem industri yang inklusif dan efisien. Keempat, sistem monitoring transparan akan diterapkan agar seluruh pelaku usaha baik besar maupun kecil mendapat kesempatan tumbuh secara setara.
Ia juga menyampaikan bahwa sektor transportasi dan pergudangan, termasuk pos dan kurir, tumbuh 9,01 persen secara tahunan (YoY) pada kuartal I 2025. Sektor ini menyerap lebih dari 6 juta tenaga kerja, menjadikannya salah satu pilar ekonomi nasional.
“Terakhir, kita meyakini bahwa industri ini juga harus beralih ke green logistics dan ini bukan hanya sebagai tuntutan zaman, tetapi sebagai tanggung jawab kita,” tegas Meutya.
Promosi dan Ongkos Kirim Paket
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Pos dan Penyiaran Komdigi, Gunawan Hutagalung menjelaskan formulasi harga yang dapat diterapkan pengusaha logistik dalam menentukan ongkos kirim (ongkir) layanan paket. Sebagaimana ketentuan Pasal 46 menyebutkan bahwa tarif layanan paket pada Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) ditetapkan dengan mempertimbangkan biaya pokok layanan dan produk layanan.
“Jadi, temen-temen dalam Peraturan Menteri ini ingin menegaskan kembali bahwa harga layanan, tarif layanan paket itu diatur berdasarkan konsep harga pokok penjualan (HPP) plus margin,” kata Gunawan.
Berdasarkan formula tersebut, penyedia layanan dapat dapat menghitung besaran tarif mengikuti struktur biaya yang ada dalam permen tersebut. Lebih lanjut, pengusaha layanan pos tetap dapat memberikan promosi dengan jangka waktu yang ditentukan dan dengan batasan tertentu.
“Nah berikutnya, itu tidak menutup para penyelenggara untuk menetapkan promosi. Dalam ketentuan Peraturan Menteri ini diatur bahwa promosinya itu harus berjangka atau ada berita tertentu yang harus dibatasi,” paparnya.
Lebih lanjut, Wamen Komdigi Angga Raka Prabowo menambahkan pengaturan Layanan Pos Komersial (LPK) tak hanya berorientasi pada konsumen, tetapi juga memperhatikan betul ekosistem industri dari pelaku bisnis maupun pihak-pihak yang terlibat. Mengingat tidak sedikit kurir yang mengeluh bahwa promo ongkir terkadang membebankan mereka.Dengan demikian, pemerintah dapat membangun kerangka pengawasan yang transparan untuk menciptakan persaingan usaha yang sehat dan adil di antara pelaku usaha, yang berskala besar maupun kecil. “Kita juga sebagai regulator disini juga harus hadir untuk melindungi kurir. Karena kadang-kadang promosi dijadikan satu sarana untuk meng-attract (customer),” ujarnya.