Jakarta, – Penurunan signifikan jumlah kelas menengah di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir telah menyebabkan efek domino negatif ke berbagai hal. Salah satunya jumlah upah dan berkurangnya nilai tabungan tiap warga.
Direktur Eksekutif Center of Economic Reform (CORE) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan, penurunan upah telah terjadi, terutama pada lima sektor yang paling besar menyumbangkan pekerjaan di Indonesia. Sektor tersebut adalah pertanian, perdagangan industri pengolahan, jasa, akomodasi makanan-minuman, dan konstruksi.
“Kelima sektor ini menyumbangkan sekitar 75% dari total tenaga kerja di Indonesia. Dan kita melihat ada tren (penurunan upah) yang konsisten menurun,” kata Faisal dalam acara Outlook Sektor Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil Tahun 2025 oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin) di Yogyakarta, Selasa (17/12/2024).
Faisal memaparkan penurunan upah terlihat jelas pada 2023 dan kemudian menjadi minus atau kontraksi pada 2024. Fenomena ini terjadi pada sektor pertanian, industri pengolahan, dan terlihat paling jelas pada industri wisata, jasa, akomodasi makanan-minuman.
Penurunan upah tersebut tentu berimbas pada jumlah tabungan. Mengutip data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Faisal menyebut 98,8% orang di Indonesia memiliki nilai tabungan di bawah Rp 100 juta.
“Sebelum pandemi, rata-rata nilai tabungan warga Indonesia itu Rp 3 juta per rekening dan ini terus mengalami penurunan, terutama setelah pandemi. Angka ini menurun di 2021 da masih terus berlanjut pasca pandemi 2024, di mana jumlah tabungan rata-rata warganya hanya tinggal Rp1,8 juta,” jelas Faisal.
Data ini menyimpulkan, meski utang menurun, tetapi jumlah tabungan juga ikut menurun.
“Efek penurunan upah dan tabungan, muncul fenomena makan tabungan hingga peminjaman dana pada pinjaman online (fintech lending) pada kelas menengah paling bawah, yang tabungannya sudah sangat tipis atau bahkan sudah habis sama sekali,” kata Faisal.
Faisal menyebut kebanyakan warga melakukan peminjaman lewat fintech dengan nominal kecil, seperti hanya beberapa ratus hingga jutaan rupiah. Pinjaman ini biasanya digunakan untuk membeli kebutuhan dasar sehari-hari.
Berdasarkan data Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), jumlah kelas menengah turun dari 57,33 juta orang pada 2019 menjadi 48,27 juta jiwa pada 2023. Penurunan sebesar 18,8% atau sekitar 9,06 juta jiwa ini memberikan dampak besar bagi perekonomian nasional, khususnya dalam penyerapan produk atau konsumsi.
Di sisi lain, standar kemiskinan Indonesia juga lebih rendah dari yang ditetapkan Bank Dunia, dimana Bank Dunia mengkategorikan garis kemiskinan pada pengeluaran Rp 877.629 per bulan, sementara Badan Pusat Statistik (BPS) menetapkan angka lebih rendah, di bawah Rp 600 ribu.