Pemerintah Diminta Waspadai Proposal Relokasi 2 Juta Rakyat Palestina ke Indonesia

Jika relokasi rakyat Palestina ini terjadi maka itu hanya akan mengosongkan tanah Palestina, khususnya di Gaza. Padahal, masalah yang terjadi di Palestina bukanlah persoalan agama seperti yang sering diasumsikan. Ini adalah konflik pendudukan tanah secara ilegal oleh pemerintahan zionis Israel.

Wacana terkait proposal yang diajukan oleh Steve Witkoff, utusan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, untuk Timur Tengah mengenai relokasi dua juta rakyat Palestina memicu berbagai reaksi.

Sebagian masyarakat Indonesia menyambut baik ide ini dengan alasan solidaritas sesama Muslim. Namun, para pakar hukum internasional mengingatkan agar pemerintah Indonesia berhati-hati dan tidak terburu-buru menerima proposal tersebut karena langkah ini dapat menjadi bagian dari strategi politik yang menguntungkan Israel.

Guru Besar Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI), Prof. Hikmahanto Juwana, menuturkan proposal ini bukan semata-mata langkah humanis, melainkan upaya terselubung untuk membantu Israel melanggengkan penjajahan di tanah Palestina.

“Jika relokasi rakyat Palestina ini terjadi maka itu hanya akan mengosongkan tanah Palestina, khususnya di Gaza. Padahal, masalah yang terjadi di Palestina bukanlah persoalan agama seperti yang sering diasumsikan. Ini adalah konflik pendudukan tanah secara ilegal oleh pemerintahan zionis Israel,” tuturnya kepada Hukumonline, Selasa (28/1).

Adapun proposal tersebut dapat terlihat lebih humanis dibandingkan tindakan militer yang dilakukan Israel sebelumnya, seperti penggunaan kekuatan bersenjata yang memicu kritik keras dari masyarakat internasional. Namun, relokasi ini tetap merupakan bentuk strategi kolonialisasi yang bertujuan untuk menguasai tanah rakyat Palestina.

“Langkah ini mungkin akan dipandang sebagai solusi yang berperikemanusiaan oleh negara-negara Islam yang mendukung rakyat Palestina. Namun pada kenyataannya, ini adalah cara halus untuk melanggengkan penjajahan,” tegas Prof. Hikmahanto

Lebih jauh, ia menekankan pemerintah Indonesia harus menolak proposal tersebut, sejalan dengan konstitusi Indonesia yang menentang segala bentuk penjajahan di muka bumi. Penolakan ini, kata dia, adalah wujud komitmen Indonesia untuk mendukung perjuangan rakyat Palestina dalam mempertahankan tanah mereka.

Pandangan serupa juga disampaikan oleh Saru Arifin, Dosen Hukum Internasional Universitas Negeri Semarang (Unnes). Menurutnya, Indonesia tidak boleh bersikap pasif dalam menghadapi proposal ini dengan alasan politik luar negeri bebas aktif. Sebaliknya, ia mendorong pemerintah untuk bersikap aktif dalam menolak kebijakan yang dinilai melanggar prinsip kemanusiaan dan hukum internasional.

“Politik bebas aktif tidak berarti kita harus berdiam diri. Indonesia harus menunjukkan keberpihakannya dengan tegas menolak proposal ini. Relokasi paksa rakyat Palestina adalah bagian dari desain besar penjajahan yang dilakukan Israel,” ungkap Saru saat dihubungi oleh Hukumonline, Selasa (28/1).

Ia mencontohkan kasus di Dataran Tinggi Golan, yang menunjukkan tabiat kolonialisasi Israel. Ketika terjadi pergolakan di Suriah, kata dia, Israel langsung mencaplok wilayah Golan dan mengklaimnya sebagai bagian dari wilayah mereka.

Menurut Saru, proposal relokasi ini hanyalah upaya lain untuk memperluas wilayah koloni Israel dan mengokupasi tanah Palestina secara permanen. “Jika rakyat Palestina direlokasi ke negara-negara berpenduduk Muslim, termasuk Indonesia, maka tanah mereka akan dibiarkan kosong. Ini jelas menguntungkan Israel dari perspektif kolonialisasi,” tambahnya.

Ia juga menekankan bahwa sikap pemerintah Indonesia harus sejalan dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yang secara tegas menyatakan bahwa penjajahan di atas dunia harus dihapuskan. Oleh karena itu, ia mendorong pemerintah untuk bersikap tegas dalam menolak proposal ini.

Adapun menurutnya, penolakan ini bukan hanya soal solidaritas agama, tetapi juga merupakan tanggung jawab moral Indonesia dalam mendukung kemanusiaan dan menegakkan hukum internasional.

“Ini bukan sekadar masalah Palestina sebagai negara mayoritas Muslim. Dari sisi kemanusiaan dan hukum internasional, relokasi ini tidak dapat dibenarkan. Pemerintah Indonesia harus aktif bersuara untuk menolak proposal ini,” ucap Saru.

Sebelumnya, Wakil Menteri Luar Negeri RI, Anis Matta menegaskan Indonesia tidak bisa menerima relokasi sebagian warga Gaza, Palestina. Meskipun isu ini sempat diberitakan oleh media asal Amerika Serikat pada akhir pekan lalu, ia mengatakan tidak ada rencana atau pembicaraan sama sekali terkait hal tersebut.

“Pada dasarnya, kita tidak bisa menerima relokasi warga Gaza dari Gaza, karena rekonstruksi bukan alasan untuk melakukan relokasi. Tetapi, pada dasarnya sampai sekarang tidak ada pembicaraan soal itu,” katanya dilansir dari Antara.

Terkait dengan situasi yang berlangsung di Gaza, Anis menambahkan Indonesia terus berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk memberikan bantuan kemanusiaan kepada warga Gaza, meskipun ia belum dapat memberikan informasi lebih lanjut mengenai waktu pengiriman bantuan tersebut.

“Kami sekarang masih koordinasi teknis terkait dengan penyaluran bantuan kemanusiaan,” tambahnya.

Sementara itu, Kementerian Luar Negeri (Kemlu), menegaskan sikapnya untuk tidak terlibat dalam rencana apapun yang berkaitan dengan pemindahan warga Gaza. “Pemerintah RI memilih untuk menghindari berbagai spekulasi yang berkembang, dan konsisten pada sikapnya untuk tidak menerima segala bentuk rencana memindahkan rakyat Palestina di Gaza,” demikian pernyataan resmi dari Kemlu, Selasa (21/1).

Kemlu berpendapat relokasi warga Gaza justru sesuai dengan keinginan Israel untuk mengusir rakyat Palestina dari wilayah tersebut, yang sejalan dengan pendudukan ilegal yang dilakukan Israel di wilayah Palestina.

“Indonesia tetap tegas dengan posisi segala upaya untuk memindahkan warga Gaza tidak dapat diterima,” pungkas Kemlu.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *