BP Tapera : Uang Peserta Tidak Akan Dipakai Sedikitpun Untuk Operasional

BP Tapera

Finance – Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) menegaskan pihaknya tidak pernah sedikitpun menggunakan uang peserta untuk kebutuhan operasional. Peserta secara berkala dapat mengecek saldonya melalui https://sitara.tapera.go.id.

“Tidak ada sedikitpun hak peserta yang digunakan untuk operasional BP Tapera hingga saat ini,” kata Komisioner BP Tapera Heru Pudyo Nugroho dalam konferensi pers di kantornya,

Heru menyebut saat ini pihaknya hanya mengelola uang dari dua sumber dana, yaitu dari dana APBN untuk Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dan dana untuk peserta PNS eks Bapertarum. Belum ada pengelolaan dana dari peserta Tapera yang baru.

Sejak beroperasi hingga 2024, BP Tapera mencatat telah mengembalikan Tabungan Perumahan Rakyat kepada 956.799 orang PNS pensiun atau ahli warisnya senilai Rp 4,2 triliun. Mekanisme pengembalian dana kepada peserta atau ahli warisnya dilakukan melalui bank kustodian atau bank penampung ke rekening peserta.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan Astera Primanto Bhakti menyebut saat ini belum ada peserta baru yang dipotong untuk simpanan Tapera. Sebab, belum ada aturan pelaksanaan dari Kementerian Keuangan dan Kementerian Ketenagakerjaan.

“Kalau bicara tentang ASN, yang berhak mengeluarkan aturan pelaksanaan adalah Menteri Keuangan. Ibu menteri sampai saat ini masih belum mengeluarkan hal tersebut karena kita tahu ini adalah lembaga pengelolaan dana dan lembaga pengelola dana ini nggak bisa ujug-ujug langsung settle,” ujarnya.

Astera berharap perbaikan dan pengawasan BP Tapera dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) semakin kuat. Hal itu karena dana yang akan dikelola BP Tapera FOR4D cukup besar.

“Dengan manajemen yang baru tentunya kita mengharapkan agar pengawasan dari OJK semakin kuat dan bisa dilakukan kepatuhan yang baik, dari sisi pelaksanaan kebijakan ini juga kita pantau dari komite, kemudian juga mereka juga dilakukan audit baik oleh akuntan publik maupun BPK,” tutur Astera.

Jika dilihat dari PP Nomor 25 Tahun 2020, disebutkan bahwa pemberi kerja wajib mendaftarkan pekerjanya paling lambat 7 tahun dari aturan tersebut berlaku, artinya paling lambat pada tahun 2027.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *